Wednesday, August 19, 2009

sedikit recehan buat mereka ..


Ibukota RI atau jakarta ini adalah sebuah kota yang banyak di dapati perempatan/persimpangan jalan yang besar.
Tulisan ini hadir karena apa yang di tangkap oleh kedua mata ini saat setiap kali berhenti atau melewati sebuah perempatan jalan besar di jakarta.
Dari apa yang melekat di mata maka turunlah menjadi sebuah lukisan buram di renungan hati nurani.
Hampir tiap kali berhenti di persimpangan jalan atau lampu merah besar,selalu saja terlihat beberapa sosok mungil tubuh anak-anak jalanan yang lusuh,dekil,kotor dan serba tidak terawat sedang melakukan segala macam upaya mereka untuk dapat memperoleh sedikit uang dari para pengguna jalan raya.
Ada yang mengamen, ada yang menari dengan gaya yang gak jelas.. ada yang dengan cara me lap kaca depan mobil, ada juga yang dengan cara langsung berdiri dan menadahkan tangan mereka di samping kendaraan.
Tentu saja tak selalu apa yang mereka lakukan dengan setiap caranya itu berhasil memperoleh apa yang mereka inginkan, yaitu uang.
Tak jarang mereka harus puas dengan hasil nihil, alis pergi berlalu dengan guratan kekecewaan yang mereka pendam saat traffic light berubah hijau yang berarti setiap kendaaraan harus melaju kembali.
Tapi dengan segera semangat mencoba lagi sesuatu yang mungkin bukan mereka inginkan untuk dijalani itu mendorong mereka untuk melakukannya lagi sesaat setelah lampu traffic light berubah menjadi merah tanda kendaraan-kendaraan yang lain dan berbeda harus berhenti.

Apa yang hadir di hati dan pikiran kita saat tiap kali kita bertemu dengan situasi seperti itu?
saya tau..saya yakin.. cara berpikir kita berbeda, cara pemahaman setiap kita berbeda, dan juga pengetahuan kita akan kehidupan anak-anak jalanan tersebut berbeda.
Ada yang memahami mereka sebagai bagian yang terbuang dari kehidupan social masyarakat, bagian yang hanya mengganggu keharmonisan sebuah ekosistem masyarakat manusia kota.
Atau bagian yang tak sedap- tak enak namun tak bisa disingkirkan dan harus ada di kehidupan social masyarakat kota – sehingga dengan secara otomatis akan menghadirkan status derajat yang lebih baik untuk kita yang memiliki kehidupan lebih baik disbanding mereka. Sehingga dengan demikian kita bisa berbangga dengan apa yang kita punya, dari apa yang kita perjuangkan dan mengatakan : “lihat kita lebih baik dari mereka karena kita telah berjuang, berusaha keras, bekerja dengan baik untuk hidup kita sendiri”

Atau pemahaman seperti apa lagi yang biasanya ada di benak kita?
Sebuah alasan klasik selalu kita genggam manakala kita berhadapan dengan mereka (anak jalanan) yang meminta sebagian paling kecil dari uang yang kita punya.
Yaitu : “ahh..mereka kan di terorganisir! Itu kan ada yang mengorganisirnya, nanti kalo mereka udah dapet duid, mereka setor ke pentolan mreka, -- mreka tuh Cuma alat aja buat ngasilin duid, -- jadi ya percuma ngasi ke mereka, mending ga usah! Mending kita kasih ke yang lebih jelas, lebih pasti aja.”
Toh saudara kita atau family kita aja mungkin ada yang lebih butuh, dll.
Demikian alasan klasik terbesar yang selalu dapat kita miliki untuk menangkal kehadiran bocah-bocah kecil itu.

Mungkin ya benar.. mungkin ya tepat semua alasan apapun yang kita punya untuk tidak memberi sedikit dari recehan kita kepada mereka – anak jalanan tersebut.
Dan selalu kita yakin bahwa apa yang menjadi alasan kita adalah selalu tepat. Apalagi jika kita melandasinya lagi dengan ketakutan-ketakutan kita kalau-kalau orang-orang seperti itu akan ngelunjak dan menjadi malas jika kita terus-terusan beri.
Kesannya bocah-bocah itu adalah manusia-manusia tanpa niatan kuat untuk memperbaiki hidup mereka dan akan selalu terus mengandalkan cara-cara jalanan mereka untuk mendapatkan uang yang dipakai sekedar untuk bertahan hidup.
Terpikir bagi otak logika kita bahwa mereka dalam pertumbuhannya akan menjadi manusia-manusia pemalas dan tak berguna.
Atau bahkan mungkin ada juga yang berpikir bahwa sedikit dari recehan kita tak dapat menolong mereka memperbaiki hidup.

Sekali lagi ya.. mungkin benar semua alasan yang kita miliki itu.
Namun pernahkan kita berpikir sejenak, jika kita berada di posisi mereka?
Pernahkah terlintas sebentar saja di nurani ini bahwa Tuhan tak pernah membiarkan kita- manusia memilih untuk di lahirkan dalam keadaan seperti apa dan bagaimana sesuai kehendak kita? TIDAK.. tidak pernah..
Karena justru dengan demikianlah maka mau bagaimanapun kondisi situasi kehidupan manusia di muka bumi ini, mau sekeras apa kita menyangkal adanya DIA didalam hidup ini. itu menjadi batal dan sia-sia.. karena dengan berpikir bahwa kita semua tak pernah bisa memilih mau di lahirkan dalam kondisi seperti apa di bumi ini maka dari situlah kita semua menjadi tahu bahwa ada kekuatan, ada sebuah kehadiran yang kuat yang mengatur semua lini hidup ini yaitu DIA – TUHAN.

Sama halnya jika kita memikirkan mereka – anak-anak jalanan tersebut, cobalah kita berpikir bahwa tanpa dapat mereka pilih untuk terlahir dalam kondisi seperti yang mereka alami saat ini, tapi mereka (anak-anak jalanan) tersebut mau menerima apa yang mungkin tidak mereka kehendaki terjadi di garis hidup mereka, mereka mau menerima kondisinya dan mencoba untuk terus hidup di hadapan kita sesama manusia ciptaanNYA yang mungkin malah bisa jadi dengan kehadiran mereka membuat perbedaan status derajad kita yang memliki hidup lebih baik menjadi seperti seakan kita berada diatas jauh lebih baik dari mereka.

Mau seperti apapun juga alasan kita untuk tidak memberi sedikit receh kita pada mereka,
Sebenarnya itu semua tak berhak untuk menahan nurani kita semua dalam mengasihani mereka.
Tak sulit rasanya untuk sekedar memberi Rp.500 atau Rp.1000 dari sebagian besar uang yang kita punya.
Saya rasa itu hanya sekian persen dari keseluruhan rejeki yang kita dapat.
Dan yakin seyakin-yakinnya kalaupun.. taruhlah kita melakukannya tiap hari, tiap saat kita berhenti di lampu merah, lalu di kalikan 30 hari (1 bulan) lalu dikalikan 1 tahun.. itupun tak akan dapat membuat kita bangkrut lalu kelaparan.
Coba dibandingkan mereka itu, yang walaupun di mata kita mereka melakukan cara-cara yang hina seperti meminta-minta, namun belum tentu mereka dapat kenyang dalam satu hari itu. Belum lagi mungkin mereka di eksploitasi oleh oknum-oknum tertentu yang memanfaatkan mereka, coba bayangkan jika mereka tidak dapat memberi setoran—lalu ditambah juga tak dapat membeli makanan, mau seperti apa mereka? Apakah mereka itu Cuma sekedar onggokan daging di pinggir jalan berbau busuk dan tak perlu kita perdulikan??
Tentu tidak bukan??
Bukankah tanpaNYA, tanpa Kasih AnugerahNYA kita semua pun sebenarnya tak lebih dari debu yang tak layak? Jadi jika kita semua yang telah beroleh Kasih KaruniaNYA di kehidupan ini tanpa harus membayarnya atau membelinya, masihkah kita pelit? dan tak mau berbagi sedikit kehidupan? lewat uang receh kita kepada mereka (anak jalanan) – manusia-manusia yang didalam hati mereka merasa bahwa hidup ini begitu sulit untuk mereka jalani..
Toh..bukankah DIA yang telah mati untuk menyelamatkan kita—menebus hidup kita juga tidaklah mati hanya untuk kita saja? Bukankah DIA juga mati untuk mereka (anak jalanan) juga.. untuk semua dari kita yang menikmati Kasih Karunia Anugerah Kehidupan dengan cuma-cuma tanpa perlu kita harus bersusah payah karna DIA telah menanggung semuanya?
Jadi mari berbagi sedikit apa yang kita punya untuk mereka yang kita selalu dapati dan temui di persimpangan jalan ibukota ini.

Tidak kah kita juga telah mendengar dariNYA ; “siapapun yang melakukan kebaikan (memberi mereka makan,minum dan pakaian) untuk mereka yang kecil ini, maka ia melakukannya juga untuk AKU”.
Begitu banyak orang atau mungkin juga kita yang berpikir bagaimana cara melihat TUHAN? Atau menemukan DIA dimana?
Disana..disitu.. di setiap sudut jalanan yang gelap, pengap, di setiap persimpangan jalan..
Di setiap mata bening bocah-bocah jalanan dan di getir hati nan lara anak-anak jalanan tersebut kita dapat melakukan sesuatu yang berarti untuk DIA yang telah memberi hidup.

Masalah cita-cita, masalah karir atau apapun kita dapat pilih.. tapi kelahiran tak dapat kita pilih..
Kita semua tak dapat memilih lahir di kondisi yang seperti apa dan bagaimana dan dimana..
Kita semua boleh berbangga dengan apa yang kita miliki, apa yang telah kita capai, apa yang telah kita terima.
Namun kebanggaan terbesar adalah bukan apa yang kita terima namun apa yang kita beri.

Disana..
There.. at the end of the world.. we are not what we are born, but what we have in our self to be ..


jakarta - dua hari setelah 64tahun indonesia merdeka
written by
stvnandreas.